I. PENDAHULUAN
Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Selain buahnya yang dimakan dalam bentuk segar, daunnya juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Misalnya daun pisang untuk makanan ternak, daun pepaya untuk mengempukkan daging dan melancarkan air susu ibu (ASI) terutama daun pepaya jantan.
Warna buah cepat sekali berubah oleh pengaruh fisika misalnya sinar matahari dan pemotongan, serta pengaruh biologis (jamur) sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu pengolahan buah untuk memperpanjang masa simpannya sangat penting. Buah dapat diolah menjadi berbagai bentuk minuman seperti anggur, sari buah dan sirup juga makanan lain seperti manisan, dodol, keripik, dan sale.
Manisan buah adalah buah yang diawetkan dengan gula. Tujuan pemberian gula dengan kadar yang tinggi pada manisan buah, selain untuk memberikan rasa manis, juga untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme (jamur, kapang). Dalam proses pembuatan manisan buah ini juga digunakan air garam dan air kapur untuk mempertahankan bentuk (tekstur) serta menghilangkan rasa gatal atau getir pada buah.
Pembuatan manisan buah ini, merupakan usaha kerajinan yang telah banyak dilakukan orang sejak dahulu. Usaha ini memerlukan ketrampilan atau pengalaman yang khusus.
Ada 2 macam bentuk olahan manisan buah, yaitu manisan basah dan manisan kering. Manisan basah diperoleh setelah penirisan buah dari larutan gula,
sedangkan manisan kering diperoleh bila manisan yang pertama kali dihasilkan (manisan basah) dijemur sampai kering.
Buah-buahan yang biasa digunakan untuk membuat manisan basah adalah jenis buah yang cukup keras, seperti pala, mangga, kedondong, koalng-laing, dan lain-lainnya. Sedangkan buah-buahan yang biasa digunakan untuk membuat manisan kering adalah jenis buah yang lunak seperti pepaya, sirsak, dan lain-lainnya.
Bengkuang atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari umbi (cormus) putihnya yang bisa dimakan sebagai komponen rujak dan asinan atau dijadikan masker untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit. Tumbuhan yang berasal dari Amerika tropis ini termasuk dalam suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama. Orang Jawa menyebutnya sebagai besusu (/bəsusu/).
Bengkuang merupakan liana tahunan yang dapat mencapai panjang 4-5m, sedangkan akarnya dapat mencapai 2m. Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau membulat seperti gasing dengan berat dapat mencapai 5kg. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya mengandung gula dan pati serta fosfor dan kalsium. Umbi ini juga memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90%. Rasa manis berasal dari suatu oligosakarida yang disebut inulin (bukan insulin!), yang tidak bisa dicerna tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau orang yang berdiet rendah kalori.
Manisan bengkoang belum dikenal oleh masyarakat, dan produk ini belum tersedia di masyarakat. Walaupun demikian, produk ini dapat menjadi alternatif usaha yang menguntungkan karena pembuatannya sederhana, tidak mahal dan penampilan produk yang cukup menarik.
Hasil samping dari proses pembuatan manisan buah ini ialah sirup dari larutan perendamannya. Manisan buah yang baik berwarna kekuning-kuningan, kenyal bila digigit, dan tahan di simpan selama dua minggu sampai satu bulan.
II. Bahan-bahan
1. umbi bengkoang
2. larutan gula pasir 40% (dibuat dengan melarutkan 400 gr gula pasir ke dalam 1 liter air).
3. pengawet (sodium benzoat)
4. asam sitrat
5. larutan penguat jaringa buah (CaCO3 0,2 – 0,3%, dibuat dengan melarutkan CaCO3 2 – 3 gr dalam 1 liter air)
6. larutan penghambat pencoklatan (sodium bisulfit 0,18 – 0,22%, dibuat dengan melarutkan 1,8 – 2,2 gr Na-bisulfit dalamn 1 liter air)
III. Peralatan
1. Pisau dan landasanya. Alat ini digunakan untuk mengupas dan mengiris buah bengkuang. Disarankan menggunakan dua pisau yang berbeda. Untuk pengupasan digunakan pisau yang biasa digunakan di rumah tangga. Sedangkan untuk mengiris digunakan pisau besar yang biasa digunakan untuk pemotong dan pencincang daging.
2. Baskom. Baskom digunakan untuk perendaman iriasan bengkuang.
3. Kemasan. Kemasan adalah wadah untuk mengemas manisan bengkuang. Kemasan yang ekonomis yang dapat digunakan adalah kantong plastik politien.
4. Sealer. Alat ini digunakan untuk menutup kantong plastik dengan menggunakan panas.
5. Alat pengering. Alat ini digunakan untuk mengeringkan irisan bengkuang sampai kadar air di bawah 9%.
6. Refraktometer. Alat ini digunakan untuk mengukur konsentrasi larutan sukrosa secara cepat.
IV. Cara pembuatan
1.Pengirisan dan perendaman di dalam larutan kapur sirih.
Umbi dikupas, dan dicuci sampai bersih, kemudian diiris atau dipotong berbentuk dadu, selanjutnya direndam didalam larutan kapur sirih selama 1 jam. Setelah itu, umbi dicuci dengan air bersih dan ditiriskan.
Yang harus diperhatikan dalam pengirisan yaitu harus menggunakan alat yang terbuat bukan dari besi agar tidak mempercepat terjadinya oksidasi dan sebaiknya menggunakan pisau yang terbuat dari baja tahan karat yang mengandung kromium yaitu dengan pisau stainlessteel. Hal ini dikarenakan pada pisau yang terbuat dari besi terdapat ion seperti Ca2+, Mg2+, Fe2+ dapat bertindak sebagai katalisator oksidasi, sehingga nantinya akan terbentuk senyawa kompleks yang berwarna gelap.
Larutan kapur sirih digunakan untuk menguatkan jaringan irisan umbi. Larutan ini mengandung ion Ca 2+.
CaCO3 (kapur sirih) + 2H2O Ca(OH)2 + H2CO3
Pencucian dengan air bersih, hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa dari kapur sirih untuk menuju tahap/proses selanjutnya.
2.Perendaman di dalam larutan sulfit.
Larutan sulfit dipanaskan sampai suhu 64-68oC. Kemudian umbi direndamkan ke dalam larutan sulfit hangat tersebut selama 10 menit sambil diaduk-aduk secara pelan-pelan Setelah itu, umbi dicuci dengan air segar dan ditiriskan. Proses ini boleh tidak dilakukan.
Larutan ini diperlukan agar buah tidak berubah menjadi kecoklatan, atau warna gelap lainnya. Karena larutan ini mengadung ion sulfit. Selain sebagai zat penghambat pencoklatan, sulfit juga merupakan agensia antimikroba yang cukup efektif serta sebagai antioksidan untuk menghambat oksidasi vitamin C. Dimana vitamin C merupakan senyawa reduktor dan juga bertindak sebagai pecursor untuk pembentukan warna coklat nonenzimatik. Asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible dengan membentuk suatu senyawa diketogulonat, dan kemudian berlangsunglah proses pencoklatan.
NaHSO4 + H2O NaOH + H2SO4
3. Penggulaan (Perendaman di dalam larutan Gula)
Penggunaan gula dalam pengolahan secara umum berfungsi untuk mengawetkan bahan, menghasilkan citarasa dan memperoleh sifat tertentu yang dikehendaki. Gula dapat berfungsi sebagai pengawet karena adanya gula Aw bahan mengalami penurunan, sehingga air yang ada tidak dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba.
Gula memiliki citarasa manis sehingga penggunaan gula dalam pengolahan juga memberikan efek citarasa manis pada produk yang dihasilkan. Di samping itu adanya proses pemanasan gula akan bereaksi dengan asam amino dan menghasilkan citarasa. Proses pemanasan juga menyebabkan terjadinya karamelisasi gula yang membentuk citarasa (Praptiningsih, 1999). Pada pembuatan manisan, gula berperan dalam membentuk tekstur yang kuat dan warna yang mengkilap.
a. Penggulaan pertama
• Irisan umbi direndam didalam larutan gula 40% selama 48 jam. Setiap 1 kg umbi direndam di dalam 1 liter larutan. Setelah itu umbi dikeluarkan dan ditiriskan.
• Sementara itu larutan gula ditambah dengan asam sitrat dan asam benzoat Setiap liter larutan ditambah dengan 2-5 gram asam sitrat,dan 0,5-1,0 gram asam benzoat Setelah itu larutan didihkan selama 10 menit. Setelah dingin, kadar gula larutan diukur dengan Refraktometer. Jika kadar gula kurang dari 40% ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar gula kembali menjadi 40%. Jika tidak tersedia refraktometer, setiap kali setelah perendaman, larutan gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dari jumlah larutan. Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 g gula.
Asam sitrat dan asam benzoat dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak makanan. Dengan mengasamkan atau untuk menurunkan pH menjadi 3,8-4,4. Dimana kondisi asam atau pH rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba perusak.
b. Penggulaan kedua
• Setelah itu, irisan benkuang direndamkan lagi kedalam larutan gula di atas dan dibiarkan lagi selama 24 jam. Setelah itu umbi dikeluarkan dan ditiriskan.
• Sementara itu larutan gula didihkan selama 10 menit. Setelah dingin kadargula larutan diukur dengan refraktometer. Jika kadar gula kurang dari 40% ke dalam larutan ditambahkan lagi gula hingga kadar gula kembali menjadi 40% Jika tidak tersedia refraktometer. Setiap kali setelah perendaman larutan gula ditambah dengan gula baru sebanyak 10% dan jumlah larutan Dengan demikian setiap 1 liter larutan ditambah dengan 100 g gula.
c. Penggulaan ketiga
• Setelah itu, irisan bengkuang direndamkan lagi ke dalam larutan gula diatas dan dibiarkan lagi selama 24 jam Setelah itu irisan umbi dikeluarkan dan ditiriskan.
• Sementara itu larutan gula didihkan selama 10 menit, kemudian didinginkan Setelah agak dingin, larutan tersebut dicampur dengan irisan umbi. Hasil yang diperoleh disebut manisan basah bengkuang.
Manisan basah ini dapat dijadikan manisan kering bengkoang dengan cara dijemur (jika tersedia cukup sinar matahari),atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 20% dengan tanda irisan buah susut menjadi setengah ukuran semula dan menjadi lentur. Penurunan kadar air ini agar bahan aman untuk disimpan. Hasil yang diperoleh disebut manisan kering bengkuang.
Menurut Praptiningsih (1999), dalam proses pengeringan terjadi perubahan-perubahan pada bahan. Perubahan tersebut antara lain:
1. Penurunan kadar air. Penguapan air mengakibatkan Aw bahan akan menurun sehingga menjadi awet. Selain itu karena menurunnya kadar air mengakibatkan naiknya kadar gizi persatuan berat.
2. Pencoklatan. Selama proses pengeringan dapat terjadi reaksi pencoklatan baik secara enzimatis maupun non enzimatis. Reaksi pencoklatan tersebut dapat dihambat dengan perlakuan blanching atau dengan penggunaan sulfit.
3. Pengerutan pada permukaan bahan.
4. Pengerasan pada bagian luar (case hardening). Pengerasan bagian luar bahan dapat terjadi bila proses pengeringan berjalan terlalu cepat sehingga bagian luar kering dan keras tetapi bagian dalam masih basah.
5. Kehilangan zat-zat yang mudah menguap (senyawa volatil). Hal ini seringkali menyebabkan kehilangan aroma pada bahan yang dikeringkan.
6. Kehilangan bahan terlarut.
7. Kerusakan beberapa senyawa nutrisi/vitamin.
8. Kehilangan kemampuan rehidrasi. Kehilangan kemampuan rehidrasi terjadi tidak pada setiap proses pengeringan. Beberapa proses pengeringan menggunakan alat pengering semprot dan pengering beku tidak mengubah kemampuan rehindrasi.
9. Perubahan distribusi air dalam bahan.
10. Perubahan zat-zat warna. Perubahan zat-zat warna antara lain karena perubahan senyawa klorofil dan karoten.
11. Meningkatkan retensi nutrien dan produk lebih konsisten.
4. Pengawetan dan Pengemasan.
Manisan bengkuang basah dikemas didalam kantong plastik, gelas plastik atau botol kaca bermulut lebar (botol selai). Manisan terkemas ini sebaiknya disimpan di dalam lemari pendingin (kulkas). Daya tahannya didalam kulkas diperkirakan 3-4 minggu.
Manisan kering bengkuang ini dikemas di dalam kantong plastik polietilen, kemudian di-seal dengan rapat.
Pengemasan merupakan suatu cara untuk mengkondisikan suatu bahan dalam kondisi yang dapat melindungi bahan dari kerusakan. Pengemasan merupakan kegiatan pasca proses dalam keseluruhan rangkaian proses sebelum produk dikonsumsi oleh konsumen selain itu pengepakan/ pengemasan adalah suatu usaha untuk memberikan kondisi lingkungan yang tepat serta memberikan proteksi terhadap pengaruh kondisi lingkungan pada produk sehingga dapat memperpanjang shelf-life (Praptiningsih, 1999).
Penyimpanan dalam lemari pendingin merupakan salah satu cara pengawetan pangan. Cara ini dilakukan dengan pengaturan suhu dan kelembaban sehingga reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dapat terkontrol.
V. Fungsi penambahan bahan-bahan kimia pada pembuatan manisan basah bengkoang.
a. Penambahan kapur sirih
penambahan kapur sirih ini bertujuan memperkuat jaringan dengan membentuk matrik dari ion-ion Ca2+.
b. Perendaman dalam larutan sulfit
Perendaman umbi bengkoang pada larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit berperan sebagai pengawet. Sulfit berperan sebagai :
• Pencegah timbulnya warna coklat
Pada browning non enzimatis, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning.
• Pengawet (antimikroba)
Sulfit merupakan racun bagi enzim, dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan terhambat. Dengan terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak dapat melakukan metabolisme dan akhirnya akan mati.
Sulfit akan lebih efektif dalam bentuk yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan sulfit dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan lebih terbentuk pada pH rendah (2,5 – 4), dan pada pembuatan manisan bengkoang ini, pH rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam sitrat.
c. Pemberian Asam sitrat
Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan menuru nkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5. dengan turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme.
d. Penambahan natrium benzoat
Natrium benzoat digunakan secara luas dalam pengawetan bahan pangan asam. Benzoat umumnya efektif terhadap khamir ddan jamur daripada bakteri pada kadar 0,1% atau kurang dari jumlah yang diperkenankan. Pada umumnya aktifitas germisida dari asam benzoat meningkat menjadi sepuluh kali pada substrat yang memiliki pH rendah daripada substrat yang memiliki pH tinggi. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0. karena kelarutan garamnya lebih besar maka biasanya benzoat digunakan dalam bentuk sodium benzoat. Sedangkan dealam bahan, garam benzoat teruarai menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Aktivitas asam organik terbesar pada keadaan tidak terdisosiasi karena muidah terpenetrasi ke dalam sel, merusak permeabilitas membran sitoplasma dan selanjutnya mengganggu kestabilan sisten transportasi substrat dan elektron di dalam sel.
e. penggulaan
gula mememiliki peranan besar pasa penampakan dan cita rasa manisan yang dihasilkan. Gula berperan sebagai pengikat komponen flavor, menyempurnaka rasa asam dan cita rasa lainnya. Gula pasir digunakan salam pembuatan manisan karena rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after taste, yaitu cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa pertama.
Pada pembuatan manisan gula akan terkaramekisassi, dan karamek ini akan memberikan cita rasa tertentu yang khas pada produk. Karamelisasi terjadi bila gula mulai hancur, yakni molekul sukrosa sipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan fruktosan (fruktosa yang kekurangan satu molekul air). Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan satu mlekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan dehidrasi diikuti dengan polimerisasi membentuk karamel dan beberapa molekul asam timbul dalam campuran tersebut.
Gula mampu memberi stabilitas mikroorganisme pda suatu produk makanan jika diberikan pada konsetrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut), sehingga gula dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah), pemanasan, penyimpanan suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (benzoat dan sulfit) merupakan teknik pengawetan pangan yang terjadi sekama pembuatan manisan buah.
Apabila gula ditambahkan pada bahan pangan (pembuatan manisan) dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40%) sebagian air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme (gula menghidrasi air) dan aktivitas air (Aw) dari bahan pangan berkurang.
Anjar Arie, Fitriyah N. A, dkk. 2007. Manisan Bengkuang. Jember : Jur. Hasil Pertanian – FTP Unej.